Kemarahanmu dan Kerinduanku

Apa yang menjadikan kita tak sama kata?
Kurasa, kini semua berbeda. Seperti aku tak lagi dalam lingkaranmu. Aku merasa jauh, seperti kau telah membiarkanku mengepak tanpa peduli sayap-sayap patahku kembali utuh. Aku kira diammu adalah cara memendam kerinduan. Tapi, tak seperti yang aku perkirakan. Emosi jiwamu sedang meluap-luap, yang mungkin karena aku juga. Aku tidak mengerti, sungguh. Aku memintamu menjelaskan maksud hatimu, tapi kau masih saja diam. Lalu aku bisa apa? Karena aku tidak bisa berbuat apa-apa tanpa tahu keinginan yang terselubung dalam hatimu. Aku butuh katamu, aku butuh perintahmu, dan aku harus tahu apa yang tengah terjadi padamu.

Jika kita  mencari sebuah harta tersembunyi, haruskah aku yang menelusurinya? Haruskah aku yang mengoyaknya? Haruskah aku mencari jalannya sendiri? Sedangkan yang tahu seluk-beluknya, letaknya, pun arahnya hanya dirimu saja. Bagaimana mungkin aku berjalan sendirian? Bagaimana mungkin bisa? Aku hanya budak yang harus patuh terhadap titah si tuan. Tapi bagaimana mungkin bisa aku mengerti tanpa kau jelaskan? Beri aku satu petunjuk, dan aku akan melangkah.
Jawab tanyaku!
Aku butuh kepastian dari apa yang kau inginkan! Itu saja.

Apa kau tahu? Aku si pungguk yang merindukan sang rembulan, di bawahnya aku berharap meraihnya; meraih sinarnya agar mengobati segala keresahan. Apa daya aku hanya si pungguk, yang tak punya apa-apa selain cinta dan kasih sayang. Masih saja, aku harus merasa rindu itu tak berkesudahan. Sebab marahmu adalah petaka. Meruntuhkan ketegaranku saja. Membuat dinding rasaku semakin takut kau tanggalkan, lalu aku adalah yang paling terluka. Jangan kau hancurkan apa yang tengah aku bangun, sebagai bekal untuk hari tua, Aku tak ingin semua sia-sia. Dan kau jangan pula membiarkanku berdiri sendiri, sebab adamu adalah yang mampu menopangku dari kejatuhan, meski terkadang aku tidak kau pedulikan.

31 Januari 2014

0 Response to "Kemarahanmu dan Kerinduanku"

Post a Comment