Musim Rindu

Musim Rindu

Dinding kamarku seolah ingin bercerita, tentang waktu yang pernah aku sia-siakan. Ketika mata ini berpaling dari objek yang nyata ditemuinya. Aku takut jatuh lebih dalam di hati itu, takut jika nanti aku tak bisa menyamai keadaan hari ini. Takut semua hilang dan kita menjadi tak terbilang-terbang bersama angan. Aku bahagia merasakan hal yang sama engkau rasa. Bukan aku ragu atau tak yakin, tapi rasa takutku akan kekecewaan membuatku harus berhati-hati. Aku tahu, di hatimu mungkin tak menerima aku berkata begini, tapi harus engkau pahami, harus engkau mengerti bahwa aku tak bermaksud mengecewakanmu pula. Aku hanya ingin membiasakan hatiku juga jiwaku menerima rasa sakral ini menempati ruang dalam diriku. Seperti kita membiasakan diri berinteraksi dengan orang-orang yang kita temui dihidup ini. Agar kita sejalan, sama langkah dan tak terpisahkan.

Jika malam ini pendar-pendar cahaya bulan mengintip di balik pepohonan basah-sisa hujan sore tadi, menyapamu dengan wajah pucat-pasih, mungkin ia rindu ketika engkau tersenyum padanya; berbagi bahagia karena keberadaan cinta yang menciptakan masing-masing diri kita. Diantara gemerlap dalam keremangan itu ada rasa lain yang terpatri, hadir karena cinta itu sendiri. Seringkali menempati lebih banyak ruang di hati, sehingga sesak dan seolah ingin mematikan saja. Rindu, itu namanya.

Dan jika engkau menikmati malam ini, semoga engkau rasa disana. Rindu itu kutitipkan pada angin yang berarak, disertai cinta yang bersemayam dalam do'a. Berharap setengah jiwamu tersadar dan membawa kembali rindu itu dengan senyuman. Menyemainya sebagai benih-benih kasih sayang. Agar nanti tetap tumbuh dimusim rindu sepanjang zaman.
Akan kusemai cinta dalam harapan, agar kelak dapat kupetik dan kupersembahkan untukmu saja.











Maros, 02 Februari 2014

0 Response to "Musim Rindu"

Post a Comment