Panorama Jingga
Seketika lidahku kaku meski tak bertulang, membuatku susah mengangkat bicara. Aku takjub menyaksikan alam berganti-ganti wajah, seolah tokoh yang andal memainkan peran yang berbeda. Seperti biasa, langit kembali menunjukkan bagaimana alam dan TanganNya bermain. Bukan bualan apalagi ceritra yang kubuat-buat, ini pertanda bahwa Dia memang memegang peran paling penting dalam kehidupan. Kata-kataku tak mampu menggantikan rasa syukurku padaNya. Pagi tadi dunia menyambutku dengan cerah penuh warna, dan lalu hujan membangunkan mimpiku yang kesiangan. Senja ini kembali dengan rona jingganya yang menghangatkan. Dan sebentar lagi, malam kan datang memeluk kelelahan. Ah, apalagi yang pantas kusesalkan dari semua ini. Aku kagum, sebab tak henti-hentinya Dia membangkitkan jatuh imanku. Ketika sekelumit resah menghampiriku, saat puing-puing dosa memenjarakanku; menjerumuskanku dalam kerapuhan iman karena ulah dan tingkahku.
Senja ini, dengan langit yang berdempul awan kelabu disekelilingnya, memberi warna pada pandanganku yang memburam. Kuintip jingganya di balik kaca, memotret keindahannya yang jatuh tepat di retina mata. Warnanya berupaya menerobos awan-awan itu, agar semua yang melihat sadar, bahwa sebentar lagi dunia kan musnah. Bahwa tak selamanya siang akan dijumpa, bahwa tidak semua pagi bisa menyapa, dan tidak semua hari akan dilalui dengan senyuman. Meski, harapan hari esok masih ada, manusia tetap harus bersiap-siap. Jangan lengah oleh bisikan bayangan merah, sebab matahari tengah berpindah.
Melalui kata tanpa suara ini, inginku membangunkan jiwa-jiwa yang terlena karena bayangan yang membutakan hati dan melumpuhkan logika.
0 Response to "Penorama Jingga"
Post a Comment