Rekaman suara itu kembali kuputar berulang-ulang. Mendengarkan penuh khidmat lantunan ayat-ayat suci yang dilagukannya. Seperti nyanyian selamat malam pun dendang penghantar kantuk sebelum subuh datang, memberi ketenangan kepada jiwa-jiwa yang resah. Tidak ada yang bisa menyamainya, tidak ada yang bisa menggantikannya, bahkan nyanyian terpopuler sekalipun dimasanya. Tidak akan sama.
Aku memang tak melihat lautan matanya pecah, saat aku masih berusaha melepaskan diri dari pintu rahim ibunda, saat detik-detik aku dilahirkan, saat semua orang menunggu tangisan bayi yang manja dari lidah yang kaku selama berbulan-bulan tanpa tahu bahasa. Aku tidak lihat, sungguh. Bahkan tidak mendengar suaranya saat itu. Namun, dialah yang membukakan telingaku, memperdengarkanku lafadz "Laailaha Ilallaah" sebagai tujuan hidupku.
Tapi, aku tidak lupa. Tidak lupa bagaimana dia menggendongku saat ibu sedang sibuk dengan cucian-cucian kotorku. Aku tidak lupa mainan yang selalu dihadiahkannya untukku. Aku selalu ingat berapa banyak sehari dia menciumku. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana dia menyayangiku. Dan bagaimana dia melarangku dengan tatapan penuh kasih sayang dan rasa penyesalan telah memarahiku. Aku bahkan sulit menguraikan berapa banyak dia menjadi penolongku. Dia ayahku.
Ingatkah ayah...
Kala itu engkau rengkuh aku penuh kasih, memperkenalkan pada dunia dengan bangga bahwa aku adalah buah cintamu yang sangat engkau cintai...
Aku tidak lupa...
Tidak.
Ingatkah ayah... Kala itu engkau rengkuh aku penuh kasih, memperkenalkan pada dunia dengan bangga bahwa aku adalah buah cintamu yang sangat engkau cintai... Aku tidak lupa... Tidak.
Munifa
Maros, 27 Desember 2013
0 Response to "Aku tidak Lupa bahwa Dia Ada"
Post a Comment