Harus Berapa Kali?!

Harus Berapa Kali?!

Bukankah kita sudah berbicara sesering mungkin, tentang dua tangan yang harus selalu memberi? Tentang jiwa yang se-raga, tentang hati yang se-jiwa? Tentang sebab-akibat mengapa kita ada! Dari pembaringan hingga kembali ke lautan kapuk yang melimpah ruah. Dari sebuah langkah menjadi perjalanan yang mengesankan, menyisakan jejak-jejak kecil yang tersapu angin dikubangan penuh makna. Lalu, mengapa masih saja engkau tidak paham? Mengapa aku harus kembali merasakan kesesakan yang sama? Mengapa dia harus meminta hal-hal yang demikian-yang tidak bisa ku cerna baik-baik maksud dan tujuannya. Yang memberi banyak "tanda tanya" yang membingungkan.

Baiklah! Aku mengerti! Jika engkau katakan bahwa aku yang terlalu berlebihan menanggapi hal yang tidak pantas untuk dipikirkan. Tapi, bukankah itu wajar, karena aku seorang perempuan yang perasa. Bukan aku tidak percaya, hanya saja aku tidak suka. Jika engkau bertanya lagi "Mengapa?" jawabannya "Karena aku cemburu." Cemburu yang entah bagaimana rasanya, sulit bagiku untuk memberi makna dalam hiasan kata-kata. Hingga aku menjadi bagian yang tidak bisa menuliskan apa-apa, dan lebih sulit menjadi hal yang bisa engkau baca-engkau pahami lebih dalam.

Berapa kali lagi harus ku katakan?
Aku cemburu kepada siapa pun yang bisa bersamamu kapan saja!
Cemburu kepada mereka yang setiap waktu bersua kata denganmu tanpa batas!
Yang bisa menikmati sarapan di meja makan yang sama!
Tanpa sekat yang memisahkan. Tanpa waktu yang harus dicuri-curi ditengah kesibukan.
Aku cemburu (Suara lirih-terseduh-seduh). Cemburu kepada dia yang bisa saja menggelar tikar di atas tapak yang sudah menjadi rumahku-bagian dari hidupku.

Jangan lagi! (Memohon dengan hati yang sangat) Jangan engkau buat aku menjadi seorang pecemburu berat yang buta. Jiwaku kini nelangsa, terbawa angin dikejauhan. Aku bingung. Aku kalut dan aku masih saja cemburu. Masih.

Munifa
Parangtambung, 16 Desember 2013

0 Response to "Harus Berapa Kali?!"

Post a Comment