Bentangan langit dengan latar hitamnya masih menjadi bayang-bayang yang menyisakan rasa takut dibenakku, aku adalah pecahan kaca yang ingin kembali utuh seperti sediakala. Mungkin tak mudah, bahkan tidak akan pernah bisa, tapi kepercayaan dan keyakinan akan meninggikan semangatku untuk tetap meniti jalan ini. Menapaki setiap kerikil tajam di permukaan, menembus antariksa yang ku impikan. Disana, masa depan yang ku cari; harapan-bersamamu.
Selubung malam masih terlihat jelas, namun terdapat senyum yang merekah hingga fajar menyingsing di pangkuan cakrawala, di mataku dia ada, menjadi potret yang tak pernah hilang. Meruntuhkan putus asa yang menjadi gelombang pasang surut rasa. Aku juga jiwaku kadang lelah mencarimu; bayangan yang berbaring di atas bibir pantai saat senja menjinggakan pandangan, namun tidak ada alasan untuk tidak menemukanmu.
Gemerisik dahan-dahan tersapu angin malam masih menggoyahkan pikiran untuk menutup mata dari keremangan dunia yang menyialaukan. Aku takut esok tak kutemui. Namun, segala keluh yang merintih di hatiku adalah lakon keindahan yang menyemai benih-benih cinta dan harapan untuk jiwaku. Aku, masih ingin disini-menunggumu.
Beri aku pendengaran untuk menemukan getaran suaramu, agar aku bisa mengetahui jarak yang memisahkan kita, agar aku bisa menghitung hari yang bisa mempertemukan kita. Dan aku akan memberimu suara, agar bisa kau mendekat, agar tanganmu bisa meraba, agar matamu bisa melihat. Dan kita bertemu disaat yang paling tepat kita nanti.
Dan jika hatimu adalah musim semi yang sepi, jadikan aku daun yang gugur mengindahkan hari itu sepanjang musim di hatimu. Namun siapa percaya? Kalau aku siap menggugurkan diriku untuk keindahan sesaat yang lalu luntur sekedip mata? Apakah kau percaya? Ataukah kau ikut berkata tidak bersama mereka? Itu salah! Karena halayak selalu berkata tidak pada apa yang tidak bisa dia buktikan. Aku bisa-karena aku yakin.
Munifa
Maros, 24 September 2013
0 Response to "Jika Hatimu Musim Semi yang Sepi"
Post a Comment