Aku terperanjat dari pembaringanku semalam, dikagetkan oleh pesan singkat seorang kawan di handphone-ku "Perkuliahan hari ini jam 7.30". Seperti suara petir, hatiku berkecamuk, bingung tak tahu menahu; ingin marah tapi tak punya waktu. Aku mengadu; sekedar memberi tahu ayahku yang masih sibuk dengan tumpukan kertas ditangannya-berpikir keras untuk hidup kami yang akan datang. Ditemani ibuku yang sibuk menyuguhkan secangkir kopi dan sepiring kue lapis; penuh kasih yang melimpah-ruah. Mereka sama kagetnya, seperti tak ingin mendengarnya. Harus bagaimana, menyimpannya sendiri pun percuma.
Tidak banyak waktu; ingin rasanya memperlambat dentum jarum jam, atau meminta Doraemon meminjamkan Doko demo doa-nya; menembus distorsi ruang dan waktu sesegera mungkin. Tapi tidak bisa, semua hanya fiktif belaka. Langsung saja aku berdiri, meminta izin untuk segera pergi, karena waktu terus saja bergulir; tanpa peduli aku yang sedang merasa sedih. Ibuku tak kalah sedih, langsung saja aku direngkuhnya, membebaskan rindu yang memenuhi rongga dada. Entah bagaimana rasanya saat itu, ketika memeluk tubuhnya yang lemah karena sakit tak juga sembuh. Dikecupnya aku dengan penuh rasa syukur-mungkin, karena aku merasa degup jantungnya berirama bergantian. Itulah ruang cinta ibu dan anak. Bagiku, tiadalah wanita yang mulia selain dirinya. Ibuku, aku pun sama merindunya.
Munifa
Parangtambung, 02 Januari 2014
0 Response to "Kecup Mesra Ibuku"
Post a Comment