Senja Makin Temaram

Senja Makin Temaram


Aku merebahkan tubuhku, menatap langit-langit kamar sederhanaku, istimewa dengan sebuah jendela untuk melihat keadaan sekelilingku. Mataku tak bisa tertahan oleh rasa kantukku, terlalu berat seperti ada yang mengelusnya dengan bulu yang halus, seperti ada yang mendendangkan lagu melow penghantar tidur. Aku melewatkan beberapa waktu, entah berapa banyak tak terhitung olehku. Untuk pertama kali pekan ini aku merasakan yang namanya tidur di siang hari. Setidaknya ada sedikit kelegaan setelah lima hari bergelut dengan lembar-lembar tugas, ada rasa yang berkurang rasa lelah yang tak tertahankan. Bahkan waktu tidur semakin berkurang hanya 3 jam setiap harinya. Bahkan pernah hanya 2 jam, atau tak lebih dari 1 jam. Menyiksa diri, tapi terpaksa. 

Senja Makin Temaram


Ketika aku terbangun, aku tak langsung beranjak dari pembaringan sebelumnya. Hatiku sedikit merasa aneh, ada sepi yang menghujam sangat dalam, sepi yang tak biasanya, aku kehilangan canda, aku lupa bagaimana itu tertawa, aku tak merasakan senyum yang mengembang, tak ada 2 centi kiri 2 centi kanan dan tahan 7 menit, semuanya membosankan. Aku menelusuri dunia lain selain nyata, melihat-lihat pengunjungnya yang sebenarnya tak kukenal.

Aku hanya duduk dan lalu berbaring, begitu saja tak ada yang bisa kuperbuat, bolak balik ruang tamu kamar, kamar ruang tamu, membuat mereka pusing dan bingung. Ada yang kutunggu untuk menyapa, tapi dia tak ada, ada yang kutunggu memberi simpul tapi dia tak kunjung datang, aku berpikir dan memikirkan dia, selalu begitu. Menunggu waktu senja, adalah kesenangan lain, walau rasanya sedikit sepi, ah sangat sepi. Warnanya semakin nampak, aku ke pojok tempat favoritku, menyaksikan kemilau senja hari ini. Kedipan mataku menandakan senja pun semakin jauh sedetik matahari menenggelamkan separuhnya ke belahan lain dunia, warna senja semakin buram, semakin lama semakin temaram. Aku masih diam, sendiri menunggu dia  yang kurindukan.

0 Response to "Senja Makin Temaram"

Post a Comment