Genangan Rindu
Kukira, hujan tidak akan lagi bertandang ke bumi. Namun, hari ini hujan kembali menyapaku, membisikkan kepadaku sebuah pesan yang telah lama terkubur. Jari-jarinya memainkan dendang langka, mengisyaratkan padaku tentang sebuah kenangan, sebuah cerita yang sempat terlupakan. Aku terdiam, dan hanyut dalam khayalan.
Rerinai hujan semakin bergemuruh ria, melontarkan kalimat-kalimat alam. Aku mungkin tak mengerti banyak, tapi kucoba memaknainya sesederhana apa yang aku pikirkan. Seperti sebuah titah, yang dititipkan olehNya. Barangkali. Wicara yang tak bisa di dengar oleh indera secara langsung, butuh penghayatan atas apa yang tersirat padanya. Atau, tentang sebuah realita, fakta bahwa dunia membutuhkan hujan saat ini. Mungkin. Dan atau, sebuah pesan dari seseorang disana, yang tengah merasakan hal yang membuatnya menitikan air mata. Bisa jadi.
Dan kembali aku bercerita kepada hujan, bahwa aku sedang memendam rasa. Rasa yang mengikutiku kemanapun kakiku berpijak, tanpa peduli aku sampai atau tidak ditempat tujuan. Kurasa, semakin lama, rasa itu semakin gemar bertamu di hatiku. Lalu, kemudian menempati banyak ruang disana, bertengger pada dinding sunyi hatiku, menyemai benih-benih cinta yang, ikut bersamanya kapanpun dan dimanapun rindu itu ada. Rindu dan cinta, rasanya tak bisa terpisahkan. Keduanya, sama memberi cerita, lalu diam-diam menyeretku ke tempat terindah, yang hanya bisa kurasakan sendiri; untuk kunikmati sendiri pula. Seperti bayangan; yang abu-abu dan mengundang tanda tanya. Hanya aku dan aku saja yang tahu bagaimana menyikapinya.
Derai hujan semakin menggelitikku, menimbulkan genangan rindu diantara pusaran yang juga menjadi tempat segala kecewa, sakit hati, dan juga cemburu pernah bernaung. Tapi rindu tiba-tiba saja menyergapku, dan membuatku lupa pada hal-hal seperti itu. Ah… rindu… Mengapa kau begitu padaku?
0 Response to "Genangan Rindu"
Post a Comment