Malam, Sebelum Menutup Mata
Ini tentang kegelapan yang mungkin kembali terang, atau tetap gelap dimataku.
Sebelum pekat melumuri hati, senandung nada riuh mendendangkan lagu, selamat malam. Menitikkan butir-butir kaca yang akan mengalir setiap kelopak mata tak lagi bisa menampung.
Malam, sebelum menutup mata. Bayangan silam kembali hadir sebagai obat penenang, semoga lelap.
Masa lalu, ketika senja hampir memerahkan langit, sedikit lagi seperti terbakar. Seberkas cahaya mengintip di balik celah, menyilaukan mata dengan rasa penasaran. Aku menemukan tatapan tajam yang menghujam. Mencambuk pelan, meninggalkan bekas yang lama. Setajam busur, menembus hingga melewati jantung yang semakin berdegup, dag dig dug dag dig dug dag. Suaranya mengalahkan sirene yang mencuit-cuit, lebih menggelegar daripada guntur yang membatu longsor ke bumi tanpa sosok.
Bayangan silam, hanya itu yang aku miliki untuk dijadikan kisah. Sebuah kisah tanpa arah, kisah tak berjalan, kisah tanpa tujuan dan tanpa akhir yang jelas.
Hanya itu, pengobat rindu.
Aku tak mampu membeli bantal yang empuk untuk merebahkan segala kelelahan hati karena kerinduan yang terus bersandar, hanya itu penenang sakit rindu. Meski kini mungkin tiada guna, entahlah. Aku tidak bisa menjamin, suatu ketika aku akan bisa lupa, bagaimana itu rindu, seperti apa itu merindukanmu. Nanti.
Sebelum menutup mata pada pandangan sesaat, aku ingin menitipkan sesuatu agar aku tetap hidup, tetap tegap. Menitip pusat dari kehidupan. Menyimpannya di ruang yang teraman, tapi kepada siapa?
Malam ikut panik, tidak menjawab secara benar. Dia takut menjadi akibat. Takut disebut pemberi makna yang salah. Hari ini kelelahan begitu membuat kayu kurus kerontang semakin kering seperti aku, aku yang tidak dapat bergeming ketika matahari tak mau kompromi dan tetap pada tahtanya. Tidak ada waktu untuk sekadar duduk. Malamlah, waktunya merebahkan segala macam keluhan, agar esok tak lagi teringat. Lupa dan kembali tersenyum.
0 Response to "Malam, Sebelum Menutup Mata"
Post a Comment