Aku Rindu Kita yang Kemarin #1

Aku Rindu Kita yang Kemarin

Aku Rindu Kita yang Kemarin #1


Akankah kita bertemu lagi?
Jarum jam dinding menyeka perbincangan Umrah dan Sabrina, samar-samar suara adzan bergema diseluruh penjuru tanah pijakan mereka. Senja mulai meremang perlahan meninggalkan belahan bumi tempat mereka berpijak, dan malam kian merajuk diantara kerlap-kerlip bintang yang gemintang, berteman dengan paras pucat purnama yang malu-malu di balik awan. Mereka tersadar, dan melangkahkan kaki ke tempat yang suci nan penuh rahmat. Memenuhi panggilan sang MahaKasih atas segala penghambaan diri. Memasuki dimensi yang hanya ada diri sendiri dan Allah Ta’ala, berdialog dengan bacaan-bacaan do’a penuh berkah.
Selesai menunaikan kewajiban, mereka bergegas pulang dan menunggu mikrolet di bahu jalan, seorang laki-laki dengan mimik wajah kusam, dengan sorot mata  tajam-menakutkan, datang dan menghampiri mereka. Umrah merasa kakinya kaku, ingin berlari tapi tertahan oleh aliran darah yang membeku. Sabrina tetap teguh ditempatnya berdiri, tidak merasa terganggu sebab ia selalu yakin Allah bersamanya, ia mencoba melawan rasa takutnya terhadap laki-laki berbadan kokoh, dengan kulit hitam pekat yang semakin mendekat.
“Hmm… permisi dek, WC umum disini dimana yah?” tegur laki-laki bersuara berat itu, timre-nya menunjukkan bahwa ia adalah seorang laki-laki yang keras, mulutnya berkomat-kamit membaca mantera agar tidak kebablasan.
“O… WC yah pak, xixiixixi” Sabrina merespon laki-laki itu dengan menahan tawa karena sedari tadi terlahap dalam khayalan yang tidak-tidak, “disebelah sana pak, dekat gedung serba-guna di lorong II.”
“Oh… iya dek, makasih…” tutur laki-laki itu santun, lalu berlari terbirit-birit menahan malu dan kehendaknya yang menggebu-gebu.
Umrah dan Sabrina tertawa lepas setelah laki-laki itu pergi, mereka sama sekali tidak menyangka akan terjadi hal yang demikian. Memang sangat wajar tapi tidak biasanya. Di depan mereka sebuah mikrolet menunggu, terdengar suara klakson yang menggoda; memanggil mereka untuk berpaling dan mengambil tempat yang paling nyaman. Tidak ada waktu untuk mereka memilah-milah kendaraan, karena kelam telah menghias langit malam. Mereka bergegas dalam tawa yang membeludak.
Disebuah persimpangan Sabrina turun dan berpisah dengan Umrah, senyum keduanya tidak pernah lepas, seperti sebuah keharusan untuk mereka. Sesaat Umrah sampai, ia tidak langsung ke kamar, seperti biasa pekerjaan rumah menantinya untuk segera diselesaikan. Tugas yang biasanya diemban oleh seorang ibu yang tegar, namun hari ini Umrah harus menggantikan ibunya yang telah tiada. Seorang malaikat yang selalu ia rindukan, saat lelap di malam penghujan. Sosok itu tiada bergeming dalam pikirannya, menjadi tokoh disetiap alunan do’anya.

Bersambung... :)


Related Posts :

  • Untuk Judul yang Tak Kumengerti Kisah ini dimulai dari sebuah kata yang, terangkai menjadi cerita. Hanya ada aku waktu itu; dan kamu datang seperti hujan-membasuhku yang … Read More...
  • Balasan Suratku Aku baru sadar ternyata aku terlalu lama berdiri di depan makam Dea, dari celah-celah dedaunan ada sinar yang memantul dari kacamataku, sep… Read More...
  • Aku Merindukanmu Surat itu mungkin telah sampai ditangannya, aku sudah memikirkan akibatnya, mungkin dia akan merasa bersalah menyesali kesalahannya nam… Read More...
  • Aku Rindu Kita yang Kemarin #1 Aku Rindu Kita yang Kemarin Akankah kita bertemu lagi? Jarum jam dinding menyeka perbincangan Umrah dan Sabrina, samar-samar suar… Read More...
  • Bianglala Senja #1 Hujan semakin gemar menghujat bumi dipenghujung Desember tahun ini, kerap kali kudapati percikan lembutnya saat kucoba menengadahkan wa… Read More...

0 Response to "Aku Rindu Kita yang Kemarin #1"

Post a Comment