Aku
Rindu Kita yang Kemarin
Akankah kita bertemu lagi?
Jarum jam dinding menyeka
perbincangan Umrah dan Sabrina, samar-samar suara adzan bergema diseluruh
penjuru tanah pijakan mereka. Senja mulai meremang perlahan meninggalkan
belahan bumi tempat mereka berpijak, dan malam kian merajuk diantara
kerlap-kerlip bintang yang gemintang, berteman dengan paras pucat purnama yang
malu-malu di balik awan. Mereka tersadar, dan melangkahkan kaki ke tempat yang
suci nan penuh rahmat. Memenuhi panggilan sang MahaKasih atas segala
penghambaan diri. Memasuki dimensi yang hanya ada diri sendiri dan Allah Ta’ala,
berdialog dengan bacaan-bacaan do’a penuh berkah.
Selesai menunaikan kewajiban,
mereka bergegas pulang dan menunggu mikrolet di bahu jalan, seorang laki-laki
dengan mimik wajah kusam, dengan sorot mata
tajam-menakutkan, datang dan menghampiri mereka. Umrah merasa kakinya
kaku, ingin berlari tapi tertahan oleh aliran darah yang membeku. Sabrina tetap
teguh ditempatnya berdiri, tidak merasa terganggu sebab ia selalu yakin Allah
bersamanya, ia mencoba melawan rasa takutnya terhadap laki-laki berbadan kokoh,
dengan kulit hitam pekat yang semakin mendekat.
“Hmm… permisi dek, WC umum disini dimana yah?”
tegur laki-laki bersuara berat itu, timre-nya menunjukkan
bahwa ia adalah seorang laki-laki yang keras, mulutnya berkomat-kamit membaca
mantera agar tidak kebablasan.
“O… WC yah pak, xixiixixi” Sabrina merespon
laki-laki itu dengan menahan tawa karena sedari tadi terlahap dalam khayalan
yang tidak-tidak, “disebelah sana pak, dekat gedung serba-guna di lorong II.”
“Oh… iya dek, makasih…” tutur laki-laki itu
santun, lalu berlari terbirit-birit menahan malu dan kehendaknya yang
menggebu-gebu.
Umrah dan Sabrina tertawa
lepas setelah laki-laki itu pergi, mereka sama sekali tidak menyangka akan
terjadi hal yang demikian. Memang sangat wajar tapi tidak biasanya. Di depan
mereka sebuah mikrolet menunggu, terdengar suara klakson yang menggoda;
memanggil mereka untuk berpaling dan mengambil tempat yang paling nyaman. Tidak
ada waktu untuk mereka memilah-milah kendaraan, karena kelam telah menghias
langit malam. Mereka bergegas dalam tawa yang membeludak.
Disebuah persimpangan Sabrina
turun dan berpisah dengan Umrah, senyum keduanya tidak pernah lepas, seperti
sebuah keharusan untuk mereka. Sesaat Umrah sampai, ia tidak langsung ke kamar,
seperti biasa pekerjaan rumah menantinya untuk segera diselesaikan. Tugas yang
biasanya diemban oleh seorang ibu yang tegar, namun hari ini Umrah harus
menggantikan ibunya yang telah tiada. Seorang malaikat yang selalu ia rindukan,
saat lelap di malam penghujan. Sosok itu tiada bergeming dalam pikirannya,
menjadi tokoh disetiap alunan do’anya.
Bersambung... :)
0 Response to "Aku Rindu Kita yang Kemarin #1"
Post a Comment