Sebelum Waktuku Berhenti

Pagi ini ada yang terisak dalam tawa, mengasingkan diri dari keramaian. Menutup telinga dari gemuruh suara yang mengundang emosi memuncak. Menenggelamkan kegelisahan yang datang karena ada rindu yang tak terbilang waktu. Jika hari ini adalah sebuah pertanyaan yang datang tanpa diminta, mungkin besok adalah jawaban yang harus dicari. 

Sebelum Waktuku Berhenti


Gejolak dalam diri yang memojokkan jiwa untuk menepi, mengusir tawa yang diinginkan hati untuk mengutarakan makna dari sebuah kata tanpa suara. Seperti terjerembab dalam lautan duka yang dasar permukaannya seribu kali lipat dari dalamnya rasa bahagia. Seringkali, kata sulit untuk dirangkai menjadi kalimat yang tertutur rapi, memberi keharusan untuk diungkapkan. Semua huruf tertahan pada rongga yang kosong dalam dada. Seperti ada hukuman dan tak ada jalan untuk lari dari jeruji besi menanti kematian; diujung cambuk kebencian. Aku tersungkur dalam kegelapan dalam dunia yang tak bisa kuraba oleh mata, tak dapat kulihat dengan telinga, tak dapat kurasa dengan pikiran. Apa yang membuat semuanya kaku dalam ketakutan dan waktuku satu satu jatuh terbuang sia-sia, aku pernah mencoba berdiri, pernah mencoba untuk melepaskan diri dari sangkar kematian, namun selalu ada yang menangkapku sebelum kugapai arah yang penuh cahaya. Hingga waktuku bisa kuhitung yang bersisa. Hanya aku dan hidupku. Sebatas duniaku, sebatas pikiranku, dan sebatas jalanku.

0 Response to "Sebelum Waktuku Berhenti"

Post a Comment