Kembali mengingat kabut. Rasanya sudah lama kabut itu aku tinggalkan, dan sedikit lupa bagaimana dia (kabut) membuat aku menggigil kedinginan. Disela-sela kabut tebal itu ada sedikit kenangan yang tertinggal tentang ketegaran. Aku menyebutnya "Pinus Ketegaran".
Pinus.
Apa yang kita pikirkan tentang pinus? Cobalah sedikit membuka pikiran bagaimana pinus bertahan hidup dengan keadaan sekitarnya yang manusia katakan "Pembunuh berdarah dingin". Hahahahhaha. (Mati kedinginan)
Aku sekalipun tersentak, ketika melewati jejeran jejeran pinus yang menjulang nan tinggi. Tidak terbatas memenuhi dataran tinggi itu dengan kokoh. Terkesimak ! Waw!!! Hebatnya pinus itu, hingga bertahun tahun hidup dingin kedinginan, seandainya pinus itu seperti aku, mungkin dia sudah gemetar karena kedinginan, untung saja tidak yah.
Lalu aku ingin berbicara tentang Ketegaran. Tegar! Aku acap kali mengulang mengingat lalu memikirkan, kapan terakhir aku belajar tentang ketegaran. Sejam yang lalu? Sehari yang lalu? Bulan lalu? atau bahkan beberapa tahun yang lalu? Aku LUPA. Eng ing eng. Tegar tegar tegar! Aku pernah belajar tegar sampai sekarang masih tetap belum tegar. Entahlah, mungkin ada sedikit ketegaran yang mulai mengakar dalam diriku, walaupun aku tak tahu tegar seperti apa.
Apa hubungan Pinus dan Tegar?
Aku ingin tegar seperti pinus yang kokoh. Tegar seperti pinus yang mengakar kuat.
Retinaku menangkap cahaya yang sedikit, pupil mataku sedikit harus bekerja keras tanpa si kaca. Aku ingin memotret keindahan alami bukan maya yang ada dihadapanku. Sedikit melebarkan iris mataku pelan pelan. Tertangkap, sepohon pinus tepat dalam pandanganku. Tinggi, rindang, hijau sangat indah. Deretan satu satu hingga penuh menutup tubuh tebing cipta Allah. Menarik nafas pelan pelan, merasakan kabut meraba hingga ke neuron tersembunyiku. Dingin! Kenapa pinus begitu kebal? Ilmu apa yang dia miliki? Kenapa begitu kokoh? Sedangkan aku seperti terpenjara dalam ruangan yang sempit dingin lalu mematikan sel sel darah tak mengalir kemana mana.
Mengapa dia begitu tegar, sedangkan aku manusia yang bisa berpikir dan bisa berbuat tegar lebih daripadanya belum mampu sepenuhnya. Tok tok tok tok !!! Mengetuk kepala lalu ke hati. Aku ingin lebih tegar seperti pinus itu. Bahkan bisa lebih daripadanya. Aku manusia, sedangkan dia Plantae.
Setegar Pinus.
Apa kau pernah memandangku jauh ke dalam hatimu?
Mungkinkah kau rasai cinta yang ku biarkan hanyut dalam lautan yang akan engkau sebrangi?
Ketika aku tertidur lalu terbangun tahukah kau, bayanganmu adalah teman dalam do'aku.
Lalu ketika aku terjatuh, aku mulai merasa sakit dan mencoba untuk tetap berdiri.
Saat aku jatuh lalu jatuh dan jatuh kembali itu berarti aku hidup.
Mungkin aku tidak kuat, bahkan tidak hebat namun sedikit sedikit aku belajar tegar.
Bahwa aku bisa berdiri lalu bangkit ketika kakiku tersandung dan merebahkan ragaku dalam diri bumi indahNya.
Kabut itu mengajarkanku arti sebuah pertahanan.
Pinus pinus itu mengajarkanku arti sebuah ketegaran.
Dan lereng gunung itu mengajarkanku sebuah keagungan yang tercipta dengan keindahan.
Jika aku menjadi seperti pinus, aku akan mampu bertahan jika aku berada dalam kabut yang tebal menyelimuti tubuh lunglaiku. Aku bisa tegar melawan angin yang berhembus kencang menghampar wajah wajah pinus tanpa kasihan.
Signal terputus.
Kataku habis.
End.
Guruku Pinus.
Pinus pinus itu mengajarkanku arti sebuah ketegaran.
Dan lereng gunung itu mengajarkanku sebuah keagungan yang tercipta dengan keindahan.
Jika aku menjadi seperti pinus, aku akan mampu bertahan jika aku berada dalam kabut yang tebal menyelimuti tubuh lunglaiku. Aku bisa tegar melawan angin yang berhembus kencang menghampar wajah wajah pinus tanpa kasihan.
Signal terputus.
Kataku habis.
End.
Guruku Pinus.
0 Response to "Setegar Pinus"
Post a Comment