Aku Merindukanmu


Aku Merindukanmu
Surat itu mungkin telah sampai ditangannya, aku sudah memikirkan akibatnya, mungkin dia akan merasa bersalah menyesali kesalahannya namun takut untuk meminta maaf, tapi mungkin saja sama sekali tidak, dia mungkin membuangnya atau menyobeknya dan menghamburkannya di tanah. Aku sudah menerima segala keputusannya, aku hanya akan diam. Ketika ku lihat dia dalam masalah aku hanya bisa membantunya dari kejauhan. Memanjatkan do'a agar ada yang segera datang menolongnya. 
Ada duka ketika ku melihatnya, mengingatkanku bahwa aku tak lagi menjadi bagian dari ceritanya, bukan lagi namaku yang menjadi penyemangat hidupnya. Sekalipun perih aku tidak akan menangis, tidak apa-apa aku baik-baik saja. Aku beranjak pergi setelahnya, dedaunan pohon didekatku mengingatkanku, aku harus segera pergi ke tempat istimewa. 

Sore ini aku mengunjungi taman bunga tempat terakhir aku bersama Dea, tempat yang menjadi saksi kami adalah sahabat. Tempat pengakuan Dea, bahwa aku adalah sahabat untuknya, sahabat yang terakhir kali dia peluk erat sebelum dia benar-benar tak lagi bisa memelukku dalam kenyataan. Beberapa hari yang lalu aku bermimpi, Dea menyuruhku datang ke taman itu, dan aku meng-iyakan keinginannya. Aku juga tak tahu maksud darinya aku hanya menurutinya seperti kenyataan dia memanggil namaku pelan dan penuh hati-hati, tak mau mengagetkanku seperti waktu terakhir dia menyadarkanku dari khayalan.
Aku sudah berada di taman itu, menapaki setapak demi setapak jalannya, masih sama seperti dulu tanaman berbunga warna-warni itu mengindahkan pandanganku. Ada simpul yang memutuskan kesedihanku, aku sudah tahu maksud dari mimpiku, Dea ternyata masih ada bersamaku. Entahlah atau mungkin itu hanya halusinasiku, yang terlalu memikirkan setiap centi langkah yang telah Dea lalui setelah dia pergi. Aku melihat layar handphone-ku, tanggal 21 April 2013, tepat hari Kartini, mungkin maksud lainnya adalah aku harus menjadi wanita setegar ibu Kartini, yang berjuang selama hidupnya untuk mempertahankan citra wanita Indonesia. Tanggal 21, bukankah hari ini tepat sebulan yang lalu Dea tak lagi mendunia, mataku membelalak aku seperti mendengar suara Dea, peluhku berjatuhan tangisku kembali pecah. 

Aku berlari kepemakaman, aku tak melihat siapa saja yang telah ku lewati, pandanganku kosong tak ada pikiranku tentang hal-hal lain selain makam Dea. Aku sudah lama tak mengunjunginya, lantaran kesibukanku yang tak memberiku waktu untuk sekadar menjenguk dan menyiraminya. Air mataku masih belum berhenti bercucuran, di depanku adalah makam Dea, ada tanaman berbunga yang tumbuh di atasnya, seperti bunga di taman tadi. 

Dea... 
Dia sahabatku yang menjadi guruku saat aku lupa bagaimana seharusnya aku menulis, sahabatku yang tak pernah ingin melihatku menangis. Aku merindukannya, merindukan setiap kata yang membentuk kalimat penuh rasa cinta. Aku merindukan saat dia tersenyum menghangatkan suasana. Dea, tak lagi ada telah jauh dari pandangan, telah hilang tak teraba. 
Dia adalah bayangan yang menjadi topik dari ceritaku. 
Dea... 
Sahabat yang aku rindukan.

Terus baca ya :D

0 Response to "Aku Merindukanmu"

Post a Comment