Senja dan Aku yang Merindukanmu

Datang padaku sebuah keraguan atas cinta yang pernah engkau utarakan. Terbesik dalam pikiranku sebuah kata yang pernah mengembangkan sebuah simpul di rona wajah yang amat lusuh. 
Itu katamu, bukan dia atau mereka yang tidak ingin kutahu siapa kecuali kau. 

Senja dan Aku yang Merindukanmu


Dan hari ini, engkau ataupun katamu tak kutemui hingga senja yang tertutup awan gelap pertanda hujan segera luruh dari langit yang mulai temaram. Senja yang masih menunggu waktu untuk menenggelamkan hari menjadi kegelapan, yang mungkin di dalamnya ada sebuah kegelapan lain. Kegelapan dari hatiku tanpa pelita yang aku dulu punya darimu. Dan entah dimana pelita itu engkau bawa, atau telah engkau padamkan dan menyalakannya untuk siapa-yang tidak kukenal. Tanya hatiku jika tak bisa engkau tahu dari diriku, tanya cintamu yang jika benar ada untukku. 

Senja, sama seperti aku yang merindukanmu. Yang masih menunggu waktu untuk kita segera bertatap muka dalam kenyataan hari yang telah lama kunanti. Aku dan senja itu, sama. Sebuah tanya mungkin muncul di kepala mereka yang tak mengerti maksudnya, bahwa sebenarnya senja menunggu waktu agar malam datang menjadi waktumu untuk bersandar lalu berbaring, bermimpi dalam tidur, dan tidur dalam mimpi. Waktu untukmu beristirahat dari kelelahan yang mencengkram semua energimu. Dan aku yang masih menunggu waktu agar hari menjadi berganti, menjadi hari yang bahagia bersamamu, memulainya bersama-sama dengan tawa, seksama meninggalkan duka dan melewati jurang tanpa rasa takut. 
Tapi, ada yang membedakan lainnya aku dan senja, yaitu engkau. Engkau yang sudah pasti menerima malam sebagai keharusan, dan engkau mungkin tidak menunggu waktu sama sepertiku untuk kita bersama. 
Aku dan senja. 
Sama-sama merindukanmu untuk menyapa keduanya.

0 Response to "Senja dan Aku yang Merindukanmu"

Post a Comment