Semisal Nyawa yang Hilang, Egoku Telah Tiada

Semisal Nyawa yang Hilang, Egoku Telah Tiada



Harus bagaimana aku merawat rasa cinta; yang tadinya sempat kutadah sendiri. Ada yang tidak kupahami, mengapa engkau menganggap aku baik-baik saja disini, sedangkan yang kurasa; akulah yang paling terluka karena duri yang belum sempat kulepaskan dari diriku.

Apakah engkau tidak mengerti rasa?
Tidakkah engkau melihat dia menangis?
Adakah sedikit ruang, dihatimu untuk memikirkanku jua?

Aku memikirkan segalanya tentangmu, tentang dia, tentangku, tentang kita...

Aku yang harus menggertak diriku sendiri, sebab ingin memilikimu lebih dari utuh. Tapi, aku tersadar, meski aku melihatmu-bersamaku-hatimu merindukan dia juga. Aku tidak marah, tidak akan marah. Aku hanya berusaha melapangkan semuanya, meski terkadang aku harus menahan nafas, dari debu-debu kematian rasa. Aku sudah tidak ingin membuat hatiku semakin cemburu, karena rasa ego yang terlalu tinggi dan memuncak ketika aku benar-benar rindu padamu.

Tapi, engkau tak mengerti aku. Aku yang berusaha sendiri melawan egoku. Aku yang tidak lagi memedulikan sakit hatiku. Aku sudah membuang jauh rasa benciku, sebelum aku harus melahapnya dengan kepura-puranku, nanti. Sudah kuhapuskan ingatan tentang nluka. Hingga akhirnya aku harus bertahan sendirian.

Semisal Nyawa yang Hilang, Egoku Telah Tiada


Aku tak mengapa. Aku yakin, akan ada waktu dimana engkau mempercayaiku dengan rasa percaya; yang sama kumiliki untukmu. Aku tak menyalahkanmu, tak menyalahkan dia. Sebab rasa bukan manusia yang menentukan. Aku hanya yakin, terhadap apa yang kupercayai.

Karena aku juga percaya, dia memiliki rasa yang sama. Meski kami memilik perbedaan, dia lebih lapang daripada diriku. Aku tahu... Dalam hatimu berkata itu. Tapi, tidakkah engkau melihat aku berdiri disini, dengan membiarkanmu tetap menatapnya seperti dulu?

Sudahlah, aku percaya takdir. Biarkan saja rasa ini kupendam sendiri. Sebab ego itu kuusir pergi.

0 Response to "Semisal Nyawa yang Hilang, Egoku Telah Tiada"

Post a Comment