Mencarimu dalam Kegelapan

Mungkin kamu tak tahu, tak lagi tahu, tak pernah ingin tahu-benar-benar tak ingin tahu.

Sudah sangat lama aku terjaga disini, menunggu pagi kembali. Seperti malam kemarin, dan seminggu yang lalu, juga setiap malam lima bulan lalu. Aku masih gemar mengunjungi dinding bisu yang telah kamu bangun dengan ketegaran, keyakinan, dan kepercayaan. Meski tanpa batu bata, tanpa pasir, tanpa semen yang mengokohkannya.

Apa kamu tahu? Kadang malam membuatku takut. Pada kegelapan. Pada kesunyian. Dan rindu yang datang tiba-tiba. Rindu yang selalu menguasai hatiku-bahkan jiwaku. Menuntutku untuk memberi ruang paling banyak dalam diriku. Sesering mungkin membuat tanganku menuliskan namamu. Hingga aku tak pernah lupa memperbincangkanmu dengan Tuhan.

Mencarimu dalam Kegelapan

Namun, dinding itu menghalangi kebebasanku melihatmu. Tanpa tahu apakah kamu berlalu, melewatkanku, tak menghiraukanku, yang ada di baliknya-yang menantimu-duduk takzim menunggu kata per katamu muncul di beranda. Aku tidak tahu apakah di balik dinding itu kamu melakukan hal yang sama, Apakah kamu tersenyum? Ataukah kamu menangis? Apakah kamu juga merasa rindu? Ah, tak mungkin. Tidak kali ini.

Hanya ada sedikit celah yang tersisa. Ruang kosong yang tak lebih dari se-centi. Bahkan semut pun tak mungkin bisa menerobosnya.

Dari celah itu aku bisa melihat satu sisi dari dirimu. Yah, satu sisi saja. Kadang tanganmu, tangan yang dulu selalu siap merangkul kelemahanku. Tangan yang dulu-tanpa sengaja-dengan ujung jarinya pernah membuat tanganku basah karena gugup. Tanpa sadar, ada gemuruh dalam diriku yang menggelitik pelan.

Sesering mungkin aku melihat matamu. Mata sendu yang dengannya aku pernah melihat keindahan cinta. Mata yang dulu menatap lamat-lamat mataku yang malu karena gugup. Mata yang membuatku jatuh cinta. Mata yang membuatku tersenyum setiap saat, ketika pagi membangunkanku, dan sebelum malam menutup hariku. 

Tak jarang, senyummu yang terpampang disana. Senyum yang pernah membuatku getir. Senyuman yang menyimpulkan kebahagiaan. Senyum yang selalu membuatku merasakan rindu, memaksaku untuk kembali bertemu, ketika ada jeda-walau sejengkal saja.

Tanpa kusadari, karena terlalu lama menatap kosong. Lalu dinding itu semakin kokoh rupanya. Kamu  menutup celah itu. Kini celah tidak berarti apa-apa lagi. Ruang kosong dalam diriku menjadi lengang, tak tahu lagi harus berbuat apa. Aku yang tidak bisa lagi mengintipmu, tak bisa lagi menebak pikiranmu. Tak lagi bisa berbuat sesukaku.

Tapi aku masih tetap disini, mungkin tak kurang dari seratus hari. Masih betah untuk menunggu-mungkin-dinding itu akan lumer oleh waktu, roboh tiba-tiba, dan aku bisa melihatmu lagi. Agar aku bisa meminta izin padamu untuk menyimpan kisah ini. Menyimpan aku dan kamu, menyimpan kita, menyimpan kenangan dalam lemari rasaku. Yang mungkin tidak akan kuusik lagi.

0 Response to "Mencarimu dalam Kegelapan"

Post a Comment