Jari-jariku kini kaku untuk menulis tentang rasa, tentang jiwa yang kadang bimbang. Namun hati bersikeras untuk menulis ini, walau aku tahu bahwa tak seorangpun yang akan membaca ini; termasuk kamu. Tapi tetap saja bagiku ini seperti dogma mencintai seorang hamba kepada tuannya. Maka dengan ketulusan, aku ingin ini menjadi sebuah kenangan; yang tetap utuh walau maut telah menuntut.
Tak terasa waktu telah lama memisahkan kita untuk sebuah kebersamaan. Kenangan, hanya itu yang tertinggal, menjadi teman kala sepi jiwaku. Di malam yang pekat, saat dingin menyelimuti raga di tengah senyap tidurku, aku kembali bermimpi tentang hati yang masih ingin memiliki. Aku melihatnya lagi, dengan senyuman yang sama, tatapan teduh yang selalu menenangkanku, menghangatkanku sesering mungkin. Dan sangat menyakitkan aku, bahwa aku harus terbangun dan menyadari bahwa itu hanyalah sebuah mimpi.
Rindu, aku masih menyimpannya rapi di lemari rasaku. Tak jarang ia meronta, dan memaksa untuk keluar. Terlebih disaat hujan meluruh ke bumi, lelehan rindu tak lagi bisa kutadah dan merembes di dinding hati. Dinginnya menyeruakkan aroma kenangan yang berulang-ulang; tentang hal yang sama, dan lagi aku menjadi beku karenanya. Namun, dingin yang sama menyadarkan aku, bahwa waktu akan berhenti dan membuat rindu ini menjadi beku untuk waktu yang lama.
Sumber gambar: http://linaln08.blogspot.com/2013/02/arti-air-mata.html
0 Response to "Lelehan Rindu yang Membeku"
Post a Comment