Mataku pada Matamu

Mataku pada Matamu

Aku tidak tahu harus memulainya darimana.
Mungkin dari sana, tempat kita pernah bersua kata, menghabiskan waktu berdua saja. Pertemuan yang singkat dan terkenang sangat lama-mungkin selamanya. Jika di balik tawa ada luka yang sulit diterka, itulah rindu yang tak mampu terucap. Merasainya sangat dalam seperti mengundang bilah tajam yang siap menerkam dada, memutuskan aliran darah, sehingga jantung tak lagi berkutat. Ada sesak yang tertinggal, seperti mengosongkan paru-paru dari berat udara yang menyejukkan. Hanya ada kita disana, hanya tersenyum, tak ada suara. Hanya hilir angin yang terdengar berirama, menyambut kita dengan romantisme yang tak biasa.

Mata ini, seandainya mampu berbicara tentang rasa sakit, dia akan berkata "Aku lelah, menitikan air mata. Rindu ini terlalu berlebih untuk bisa kubendung sendirian." Aku, yang tidak bisa berbuat apa-apa selain menahan gejolak yang menyiksa, gelisah yang meronta, hanya bisa diam. Memerhatikanmu dengan tenang, mengikuti gerakmu dengan ekor mata yang mulai basah, rasaku mulai memekik seperti ombak yang menampar-nampar diantara bebatuan. Aku masih tak mampu bergeming dari tempatku berpijak, menunggu suaramu terangkat, menunggu wajahmu berpaling, memberi simpul yang biasa kau beri. Aku rindu itu. Rindu yang ingin disampaikan mataku pada matamu, rindu yang telah lama, dari rasa yang terkubur dalam.


Kebisuan ini tak lagi bisa kupecahkan, aku takut mengusikmu lebih banyak. Aku takut kita kembali tak sama kata, sehingga dera semakin menyusup dalam bilik yang tersembunyi disini, hatiku. Dan ragu pun terselubung dalam jiwamu. Aku takut, takut membisu lebih dari diam. Lalu katamu sulit untuk kudapatkan, meski dalam jeda yang sangat singkat. Aku takut kebanyakan dari takut yang sudah ada. Mata ini susah melihat lebih dari biasa. Bukan karena takut terluka lagi, tapi takut kecewa lebih dalam.

Related Posts :

0 Response to "Mataku pada Matamu"

Post a Comment